Monday, January 29, 2018

“ Satu demi Satu “

Catatan : Harmen

Satu-satu daunnya berguguran. Satu satu dahannya digoyang….penggalan lagu penyanyi kondang Iwans Fals itu,seakan bersesuaian dengan fenomena sosial yang berkembang di daerah ini. Dampak mutasi pejabat daerah yang justru menjadi “persoalan sosial” yang kerap dikaitkan dengan apa, mengapa, kenapa, siapa dan bagaimana, yang berentetan dan segala tanya yang entah siapa yang bisa menjawabnya.

Fenomena mutasi di Pemkab Agam, yang hingga kini menjadi salah satu yang selalu menjadi isu hangat ditengah masyarakat. Saat ada mutasi, selalu akan dikaitkan dengan hasil pilkada yang ada kesan (menurut sebagian orang), rangkaian mutasi yang terjadi hingga pekan lalu, masih kental “aroma pilkadanya”, semacam dandam tak sudah. Itu komentar sebagian orang.
Dan komentar sebagian orang lainnya, mutasi masih memberikan gambaran “pertempuran” kelompok tertentu yang saling berebut kuasa dan pengaruh, atau setidaknya minimal membangun pengaruh dengan menempatkan “orang-orangnya” di pos tertentu, atau setidaknya “orang-orang yang dijadikan orangnya” di pos tertentu.

Sebagian lain menyebut, ada kepentingan tertentu yang jelas untuk tujuan jangka panjang membangun kekuatan politik, salah satunya persiapan menghadapi pilkada Agam 2020 mendatang. Penyebaran kekuatan yang harus dilakukan sejak dini, agar tak terkesan pada momentnya, tinggal disain pergerakan lapangan, karena sistim dan personil sudah disiapkan.

Di bagian lain, ada yang berkomentar, fenomena yang ada saat ini, efek persaingan kelompok di pemerintahan yang semakin menjalar, tidak lagi 3 kelompok, sudah berderai-derai kelompok yang ada, menjadi 5-6 kelompok dengan trik dan pola berbeda, namun tujuan sama, untuk berebut pengaruh. Namun, sayangnya melebarnya kelompok-kelompok kepentingan itu, justru tak bisa diredam menjadi (minimal) dua kelompok kepentingan saja oleh pimpinan daerah ini, agar tujuan pembangunan yang sesungguhnya bisa terwujud dengan “sejuk”, tidak diawali dengan sikap cemberut dan marah-marah.

Entah memang, kondisi semacam ini sengaja dibangun dan diciptakan seperti itu, bak istilah ”manajemen komplik, manajemen ketergantungan” dan atau istilah lain, yang dinilai banyak orang,kondisi ini sengaja dibiarkan untuk tujuan tertentu, karena tak mungkin kondisi yang ada, tidak diketahui, terasa bahkan tergambar.
Penulis sengaja menggambar komentar para komentator di luaran, mereka memang hanya bisa komentar, karena prihatin dan kecewa, karena untuk berdebat secara khusus, atau menuangkan dalam bentuk tulisan wujud aspirasi mereka justru kewalahan, namun untuk berdebat dan berciracau di lepau, justru seakan semua masalah yang muncul bisa diremas dalam sekejab menjadi sebuah keputusan apik yang bisa menjawab harapan semua pihak. Tapi, itulah sebuah fenemona kemajuan yang semua akan selalu menjadi bahan perdebatan yang terkadang tak punya ujung.
Alangkah luar biasanya negeri ini, negeri yang punya warganya punya peduli. Peduli karena memang ada kepentingan yang tersangkutkan, yang terkadang, bahkan itu bisa dipastikan, semua, termasuk penulis, tidak mengetahui apa sesungguhnya yang terjadi, dan dengan latar belakang apa dan untuk tujuan apa mutasi dilakukan, yang sebetulnya kalau bisa dipahami adalah semacam hak preogratif yang semua orang harus paham dan tunduk dengan keputusan yang sudah ada.

Tapi yang namanya kepentingan, justru semua ada upaya untuk membangun opini, mencari-cari dalih pembenar karena dalam sejarah mutasi di daerah ini, justru tidak ada yang betul-betul dirahasiakan, walau para pejabat yang berkutat dalam penyusunan personil itu sendiri, berada di bawah sumpah menjaga rahasia, karena ini termasuk rahasia amanah.

Tapi, faktanya, usai rapat “rahasia” yang digelar di tempat “rahasia” akan langsung bocor dan menjadi konsumsi public dimana-mana, tiada lagi yang sakral dalam sebuah komposisi jabatan. Sudah dianggap biasa, karena saat posisi atau jabatan diumumkan, masyarakat sudah tahu, siapa menjabat apa, siapa dimutasi kemana. Tidak ada yang luar biasalah.

Dan pendapat banyak orang juga diramu penulis, semua ketidakrahasiaan itu justru dampak dari tidak satu komitmennya para penentu kebijakan dalam bersikap dan memandang promosi, mutasi,rotasi pejabat daerah ini sebagai sebuah surprise dan hal khusus. Opini itu, terbentuk, karena memang tidak pernah ada dalam sejarah, rencana mutasi pejabat yang diumumkan secara terbuka pada masyarakat melalui Pers. Kesannya, mutasi saat ini di daerah ini, tidak rahasia-rahasia amatlah.

Tapi kembali ke lirik lagu Iwan Fals, penulis pun berkerinyit bingung, walau fakta memang satu demi satu daun berguguran, saat daun di(gugur)kan, dahan bergoyang malu-malu. Entah dahan yang enggan berdaun, entah dahan yang tak lagi kuat menahan goyangan angin. Atau memang dahan yang ingin digoyang. Entahlah. Penulis hanya meramu komentar-komentar. Karena angin juga terus bergoyang.

(***)

No comments:

Post a Comment